Makalah Kebudayaan Suku Minangkabau
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sebelum
kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah
satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan
Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan
Ternate. Agama Islam pada umumnya terintegrasi dengan adat-adat yang dipakai di
kerajaan-kerajaan tersebut. Adat Minangkabau paa dasarnya sama seperti adat
pada suku-suku lain, tetap dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang
membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah
menganut sistem garis keturunan ibu, matrilinial, sejak kedatangannya di
wilayah Minangkabau sekarang ini. Kekhasan lain yang sangat penting ialah bahwa
adat Minang merata dipakai oleh setiap orang di seluruh pelosok nageri dan
tidak menjadi adat para bangsawan dan raja-raja saja. Setiap individu terikat
dan terlibat dengan adat, hampir semua laki-laki dewasa menyandang gelar adat,
dan semua hubungan kekerabatan diatur secara adat.
Selain
hal-hal di atas kita juga dapat mengetahui berbagai kebudayaan di Indonesia
yang mengalami akulturasi. Karena proses akulturasi yang terjadi tampak simpang
siur dan setengah-setengah. Contoh, perubahan gaya hidup pada masyarskat
Indonesia yang kebarat-baratan yang seolah-olah sedikit demi sedikit mulai
mengikis budaya dan adat ketimurannya. Namun, masih ada beberapa masyarakat
yang masih sangat kolot dan hampir tidak mempeedulikan perkembangan dan
kemajuan dunia luar dan mereka tetap menjaga kebudayaan asli mereka.
Karena
latar belakang diatas, kita menyusun makalah tentang salah satu kebudayaan
masyarakat Indonesia, yaitu Kebudayaan Minangkabau. Makalah ini akan memberikan
wawasan tentang masyarakat Minangkabau yang memiliki keragaman suku dan budaya.
Tentunya
dari pembahasan nanti penulis sangat berharap makalah yang sederhana ini dapat
menyuguhkan informasi tentang suku Minangkabau di tanah Minang.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana Sejarah Minangkabau?
1.2.2. Bagaimana
Filosofi Adat Minangkabau?
1.2.3. Darimana
Sumber Adat Minangkabau?
1.2.4. Apakah
adat Matrilineal itu?
1.2.5. Bagaimana
Hukum Adat Minangkabau?
1.2.6. Apa
Harta Pusaka Tinggi itu?
1.2.7. Bagaimana
Strata masyarakat di Suku Minangkabau?
1.2.8. Apa maksud dari Kekerabatan Suku
Minangkabau?
1.2.9. Bagaimana Bahasa Suku Minangkabau?
1.2.10. Apa yang dimaksud dengan budaya Merantau?
1.2.11. Apa Falsafah dan Keunikan Rumah Gadang?
1.2.12. Bagaimana Adat Pernikahan Suku
Minangkabau?
1.2.13. Apa saja kesenian yang ada di
Minangkabau?
1.2.14. Bagaimana
Akulturasi dan Asimilasi kebudayaan Minangkabau di Sumatera Barat?
1.3.
Tujuan dan Manfaat
1.3.1.
Tujuan
Untuk mengetahui keadaan masyarakat Minangkabau,
adat istiadat dan budaya masyarakat Minangkabau.
1.3.2.
Manfaat
Memberikan pengetahuan umum mengenai
kebudayaan suku Minangkabau.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Minangkabau
Suku Minangkabau atau yang biasa disebut dengan Minang merupakan
kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Suku
Minangkabau merupakan suku terbesar ke 4 di Indonesia yang tersebar luas dan
sangat berpengaruh. Wilayah yang menganut kebudayaan Minangkabau meliputi
Sumatera Barat, bagian utara Bengkulu, separuh daratan Riau, Bagian selatan
Sumatera Utara, bagian barat Jambi, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilandi
Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan dengan orang
Padang, hal tersebut merujuk kepada nama ibukota provinsi Sumatera Barat yaitu
kota Padang. Suku ini mempunyai sifat
merantau yang boleh dikatakan telah menyatu dalam pola hidup mereka sehingga
banyak di antara mereka pindah ke pulau-pulau lain di Indonesia. Membicarakan
Minangkabau secara umum mendalami sebuah suku bangsa dengan latar belakang
sejarah, adat, budaya, agama, dan segala aspek kehidupan masyarakatnya.
Mengingat hal seperti itu, ada dua sumber yang dapat dijadikan rujukan dalam
mengkaji Minangkabau, yaitu sumber dari sejarah dan sumber dari tambo. Kedua sumber
ini sama penting, walaupun di sana sini, pada keduanya ditemui kelebihan dan
kekurangan, namun dari kedua sumber tersebut dapat melengkapi.
Prof Slamet Mulyana dalam Kuntala,
Swarnabhumi dan Sriwijaya mengatakan bahwa kerajaan Minangkabau itu sudah
ada sejak abad pertama Masehi. Kerajaan itu muncul silih berganti dengan nama
yang berbeda-beda. Pada mulanya muncul kerjaan Kuntala dengan lokasi sekitar
daerah Jambi pedalaman. Kerajaan ini hidup sampai abad ke empat. Kerajaan ini
kemudian berganti dengan kerajaan Swarnabhumi pada abad ke lima sampai ke tujuh
sebagai kelanjutan kerajaan sebelumnya. Setelah itu berganti dengan kerajaan
Sriwijaya abad ke tujuh sampai 14. Candi Muara Takus merupakan peninggalan kerajaan Kuntala yang kemudian
diperbaiki dan diperluas sampai masa kerajaan Sriwijaya. Setelah itu muncul
kerajaan Malayapura (kerajaan Melayu) di daerah yang bernama Darmasyraya
(daerah Sitiung dan sekitarnya sekarang). Kerajaan ini merupakan kelanjutan
dari kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini kemudian dipindahkan oleh Adhytiawarman
ke Pagaruyung. Sejak itulah kerajaan itu dikenal
dengan kerajaan Pagaruyung. Menurut Jean Drakar dari Monash University Australia mengatakan bahwa
kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan yang besar, setaraf dengan kerajaan Mataram
dan kerajaan Melaka. Itu dibuktikannya dengan banyaknya negeri-negeri di
Nusantara ini yang meminta raja ke Pagaruyung,seperti Deli, Siak,
Negeri Sembilan dan negeri-negeri lainnya.
Minangkabau menurut tambo. Tombo adalah satu-satunya
keterangan mengenai sejarah
Minangkabau. Bagi masyarakat Minangkabau, tambo mempunyai arti penting, karena
di dalam tambo terdapat dua hal:
(1) Tambo alam, suatu kisah yang menerangkan asal usul orang Minangkabau
semenjak raja pertama datang sampai kepada masa
kejayaan kerajaan Pagaruyung.
(2) Tambo adat, uraian tentang hukum-hukum adat Minangkabau. Dari sumber
inilah hukum-hukum, aturan-aturan adat, dan juga berawalnya sistem matrilineal
dikembangkan.
Urutan kerajaan di dalam Tambo Alam Minangkabau adalah:
(1)Kerajaan Pasumayan Koto Batu,
(2)Kerajaan Pariangan Padang Panjang
(3)Kerajaan Dusun Tuo yang dibangun oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang
(4)Kerajaan Bungo Sitangkai
(5)Kerajaan Bukit Batu Patah dan terakhir
(6)Kerajaan Pagaruyung.
B.
Filosofis
Adat
Sejarah adagium atau kesepakatan perjanjian di buat di Bukit Marapalam yang
menghadirkan para alim ulama, tokoh adat tradisional serta para cerdik pandai
(cendekiawan). Mereka membangun kesepakatan bahwa semenjak saat itu maka adat
budaya Minang didasarkan pada syariat Islam. Isi kesepakatan dituangkan dalam
kalimat kesepakatan yang berbunyi “Adat basandi syarak (adat bersendi
syariat), syarak basandi kitabullah (syariat bersendi kitab Allah). Syarak
mangato adat mamakai (syariat melandasi adat)” .Maknanya bahwa adat
Minang bersendikan syariat, dan syariat bersendikan kitab Al Quran. Maka sejak
saat itu pondasi budaya Minang dibangun diatas pilar agama Islam. Namun, jauh
ke belakang sebelum terjadinya puncak kesepakatan tersebut, suku Minang
mengalami beberapa fase perombakan pondasi adat, yaitu :
·
Adat basandi alua jo
patuik dan syarak basandi dalil. Pada fase ini
masyarakat Minang menjalankan adat dan syariat secara berbeda. Adat dan syariat
memiliki rel-nya masing-masing tanpa saling mengganggu. Agama bagi masyarakat
Minang hanya sekadar ibadah saja, sedangkan dalam sistem sosial mereka
menggunakan adat tradisional.
·
Adat basandi syarak dan
syarak basandi adat. Pada fase ini
masyarakat Minang mulai mengintegrasikan dan menyandingkan antara adat dan
syariat. Dalam penataan sistem sosial, syariat agama mulai dijadikan salah satu
sumber membangun aturan dan syariat tidak lagi hanya sekadar ibadah saja.
·
Adat basandi syarak dan
syarak basandi Kitabullah, syarak mangato adat mamakai. Ini adalah puncak pengintegrasian syariat Islam dengan nilai adat. Hal ini
sebagaimana kesepakatan yang dilakukan di Bukit Marapalam. Dengan ini, adat
Minang melebur pada syariat Islam.
C. Sumber Dasar Adat Minangkabau
1.
Alam terkembang jadi guru
Setinggi- tinggi malantiang,
Mambubuang ka awang-awang
Suruiknya ko tanah juo
Sahabih dahan dengan rantiang,
Dikubak dikulik batang,
Tereh panguba barunya nyato.
( Setinggi-
tinggi melempar,
Membumbung ke
awang-awang
Kembali jatuh
ke tanah juga.
Sehabis dahan
dengan ranting,
Dikubak dikulit
batang,
Teras pengubar
barulah nyata).
Demikian sebuah rangkaian pepatah adat Minangkabau yang
mengandung arti bahwa adat Minangkabau dengan segala persoalannya, tidaklah
dapat dipahami apalagi dihayati serta dimanfaatkan, terutama oleh masyarakat
Minangkabau sendiri, kalau hanya sekedar mengetahui pepatah petitih, gurindam,
mamang, bidal secara lahir semata- mata tanpa mendalami arti yang tersirat yang
dikandung oleh pepatah petitih tersebut. Apalagi bila tidak mengetahui secara
mendalam hakikat dari jiwa ajaran adat minangkabau itu, sehingga tidak dapat
dipahami untuk apa perlunya adat itu ditaati, kemanakah masyarakat hendak
diarahkan dan dibawa oleh ajaran adat, masyarakat yang bagaimanakah yang
dikehendaki bentuk dan coraknya oleh adat Minangkabau sesuai dengan jiwa yang
terkandung dalam ajarannya dan apa pula akibatnya yang akan terjadi kalau
sekiranya adat Minangkabau itu tidak mendapat tempat lagi dalam jiwa
masyaratnya.
Panakiak pisau
sirawik,
Ambiak galah
batang lintabuang,
Silodang ambiak
ke niru.
Nan satitiak
jadikan lawik,
Nan sakapa jadikan
gunuang,
Alam takambang
jadi guru.
( Penakik pisau
siraut,
Ambil galah
batang lintabuang,
Selodang ambil
untuk niru,
Yang setetes
jadikan laut,
Yang sekepal
jadikan gunung,
Alam terkembang
jadikan guru).
Pepatah ini mengandung arti agar manusia selalu berusaha
menyelidiki, membaca, serta memperlajari ketentuan- ketentuan yang terdapat
pada alam semesta sehingga dari penyelidikan yang dilaksanakan berkali- kali
akan diperoleh suatu kesimpulan yang dapat dijadikan guru dan iktibar tempat
menggali pengetahuan yang berguna bagi manusia. Merupakan suatu ketentuan di
dalam adat Minangkabau bahwa alam terkembang yang dipelajari dengan seksama
merupakan sumber dan bahan- bahan pengetahuan yang dapat dipergunakan dalam
mengatur kehidupan masyarakat manusia. Dan pepatah ini sebagai dalil bahwa
nenek moyang Minangkabau mempergunakan alam syariat seperti flora, fauna dan
benda alam lainnya sebagai ciptaan Allah SWT sebagai sumber tempat mempelajari
pengetahuan- pengetahuan yang berguna untuk mengatur masyarakatnya dalam segala
bidang.
2.
Alam terkembang rahmat Allah
Menurut
pendapat kita ketentuan- ketentuan alam terkembang merupakan sumber dasar adat
minangkabau yang dipelajari oleh nenek moyang orang Minangkabau merupakan
rahmatan lil ‘alamin. Berdasarkan kenyataan, adat minangkabau berpedoman kepada
ketentuan dalam alam dan firman Allah terdapat dalam Al Qur’an tentang
mempelajari alam itu oleh orang yang berpikir. Maka masuknya agama islam di
Minangkabau bukanlah menghancurkan adatnya tetapi menyempurnakan adat
Minangkabau.
3.
Adat minangkabau tidak bertentangan dengan ajaran islam
Agama
islam menyempurnakan adat Minangkabau. Sewaktu agama islam masuk adat
minangkabau dapat menerima dan menyesuaikan diri dengan ajaran- ajaran yang
dibawa oleh agama islam.
Adat
minangkabau menjadi sempurna dengan ajaran islam
4.
Kedatangan agama Islam ke Minangkabau
Kedatangan agama Islam adalah menyempurnakan adat
Minangkabau karena ada titik persamaan dari pokok- pokok ajaran adat itu dengan
ajaran islam yang sifatnya “menyandi” ajaran adat dengan ajaran iman dan
syariat seperti kokohnya rumah adat Minang karena sandi nya mempunyai maksud
dan ide yang sama dalam mencapai tujuan hidup bermasyarakat.
D. Adat Matrilineal
Meskipun sudah menjadikan Islam sebagai landasan adat. Namun adat
matrilineal masih sangat dipegang teguh oleh suku Minang. Adat matrilineal ini
menyandarkan segala garis keturunan pada ibu (pihak perempuan). Hal ini tentu
berbeda dengan Islam yang lebih menyandarkan garis keturunannya pada sang ayah
(pihak laki-laki). Akibat dari adat matrilinel ini sistem pewarisan dan
pengaturan kerumahtanggaan pun juga kemudian lebih berat pada sisi perempuan
dibandingkan laki-laki. Beberapa konsekuensi dari budaya matrilineal ini
diantaranya :
·
Keturunan didasarkan
pada garis keturunan ibu, sehingga seorang anak akan dimasukkan kedalam suku
yang sama dengan suku ibunya berasal
·
Seorang laki-laki
Minang tidak dapat mewarisi sukunya, sehingga bila terdapat suku yang tidak
memiliki anak perempuan dalam sukunya maka suku tersebut sudah dianggap sama
dengan punah.
·
Setiap orang harus
menikah dengan orang diluar sukunya, bila tidak maka ia akan dikenai sanksi
dengan dikucilkan.
·
Perempuan merupakan
pemegang seluruh kekayaan keluarga dan seluruh harta pusaka keluarga, namun
dalam hal penentuan keputusan, laki-laki masih memiliki hak mengambil putusan.
·
Dalam hal perkawinan
menganut sistem matrilokal yakni suami mengunjungi rumah istrinya
·
Hak-hak pusaka
diwariskan kepada anak perempuan.
E. Hukum Adat
Dalam kaitannya antara adat dan hukum adat
itu, maka dalam masyarakat Minangkabau dikenal 3 (tiga) alur (alua) yakni:
1. Alur Adat:
1. Alur Adat:
Adalah ialah peraturan-peraturan di dalam
adat Minangkabau yang asalnya peraturan itu dibuat dengan kata mufakat oleh
penghulu setempat (Adat nan teradat). Sewaktu-waktu dapat berubah umpamanya
dalam melaksanakan helat perkwinan, cara-cara meresmikan gelar dll.
2. Alur Pusako:
Adalah peraturan-peraturan yang sudah
diterima dari nenek moyang kita di Minangkabau seumpama gelar pusako, pusako,
nagari, syarat nagari undang duo puluah , cupak nan dua, kato nan ampek dan
sebagainya.
3. Jalan nan pasa.
Jalan yang perlu ditempuh oleh setiap
manusia yaitu jalan dunia dan jalan akhirat.
Selanjutnya dalam Masyarakat Minangkabau
dikenal pula 4 pembagian adat, yakni:
1. Adat Nan Sabana Adat.
Adat Nan Sabana Adat adalah aturan pokok dan
falsafah yang mendasari kehidupan suku Minang yang berlaku turun temurun tanpa
terpengaruh oleh tempat, waktu dan keadaan sebagaimana dikiaskan dalamkata-kata
adat. “Nan tidak lakang dek paneh. Nan indak lapuak dek ujan. Paling-paling
balumuik dek cindawan”.
2. Adat Nan Diadatkan.
Adat nan diadatkan adalah kaidah, peraturan,
ajaran, undang-undang dan hukum yang ditetapkan atas dasar “bulat mufakat”
(kesepakatan) para penghulu tua-tua adat cerdik pandai dalam Majelis kerapatan
adat atas dasar alur dan patut. Ada juga yang mengartikan sebagai Peraturan
yang dibuat oleh Dt Perpatih nan Sabatang dan Dt Ketemangungan yang dicontoh
dari adat nan sabana adat yang dilukiskan peraturan itu dalam pepatah
3. Adat Nan Teradat.
Adalah peraturan yang dibikin oleh
penghulu-penghulu dalam suatu nagari atau dalam beberapa nagari peraturan mana
untuk mencapai tujuan yang baik dalam masyarakat. Dimana adat Teradat ini tidak
sama ditiap-tiap nagari atau bisa berbeda di tiap negari. " Adat sepanjang
jalan. . Bacupak sepanjang batuang. Lain lubuak lain ikan. Lain padang lain
bilalang. Lain nagari lain adatnyo. Adat sanagari-nagari"
4. Adat Istiadat
Adat istiadat adalah kebiasaan yang berlaku
dalam suatu tempat yang berhubungan dengan tingkah laku dan kesenangan
masyarakat dalam nagari
Memahami 4 macam pembagian adat Minangkabau
tersebut, maka dapat disimpulkan menjadi dua pengelompakan yang penting yakni:
1.
Adat nan
babua mati.
Ialah adat dan sabana adat adat nan teradatkan (berlaku umum di
Minangkabau)
2.
Adat nan
babuhua sintak.
Ialah adat teradat dan adat istiadat; (adat Salingka Nagari).
Kedua sifat adat Minangkabau seperti dikemukakan di atas tentu tidak tidak boleh dipertukarkan letaknya atau disama ratakan saja. Hal ini menjadi penting, karena tidak jarang terjadi sifat adat Minangkabau yang bersifat “bahua mati” dikalahkan oleh adat Minangkabau “nan babuhua sintak”, dengan dalil adat salingka nagari. Padahal jika sesuatu itu terkait dengan persoalan yang masuk dalam adat “nan babhua mati”, maka adat “nan salingka nagari” atau “ adat nan bahua sintak” tentu dikemudiankan dan mendahulukan adat “nan babahua mati”. Sikap ini menjadi sangat penting peranannya terutama dalam konteks penegakan hukum adat dan disisi lain sebagai upaya menghindari terjadinya silang-sengketa dalam masyarakat.
Kedua sifat adat Minangkabau seperti dikemukakan di atas tentu tidak tidak boleh dipertukarkan letaknya atau disama ratakan saja. Hal ini menjadi penting, karena tidak jarang terjadi sifat adat Minangkabau yang bersifat “bahua mati” dikalahkan oleh adat Minangkabau “nan babuhua sintak”, dengan dalil adat salingka nagari. Padahal jika sesuatu itu terkait dengan persoalan yang masuk dalam adat “nan babhua mati”, maka adat “nan salingka nagari” atau “ adat nan bahua sintak” tentu dikemudiankan dan mendahulukan adat “nan babahua mati”. Sikap ini menjadi sangat penting peranannya terutama dalam konteks penegakan hukum adat dan disisi lain sebagai upaya menghindari terjadinya silang-sengketa dalam masyarakat.
Dengan mengemukakan alur adat dan pembagian
serta sifat adat Minangkabau seperti dikemukakan di atas, maka kita kembali
pada persoalan antara adat dan hukum adat Minangkabau. Dalam konteks ini yang
dimaksud dengan adat di Minangkabau adalah adat yang tidak “lekang dipanas,
tidak Iapuk dihujan” yaitu adat ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta. Di kalangan
masyarakat istilah “hukum adat” jarang digunakan, yang lazim digunakan adalah
“adat” saja, tetapi jika istilah tersebut digunakan secara secara campur aduk
akan menimbulkan masalah. Sebab secara prinsip dan teknis ada perbedaan antara
adat dan hukum adat. Hukum adat adalah bagian tertentu dari adat yang memiliki
atau mempunyai akibat hukum. Pada tatatan ini, tentu dengan pemahaman, bahwa
tidak semua adat menimbulkan atau mempunyai akibat hukum. Meskipun di sisi lain
masih memerlukan pemikiran yang mendalam apakah bisa dikatakan hukum adat
Minangkabau sebagai bagian dari adat Minangkabau.
Perbedaan pandangan tentu bisa terjadi,
namun setidaknya sebagai upaya pencarian garis tegas dalam setiap tindakan
dalam masyarakat adat Minangkabau yang memiliki akibat hukum dengan yang tidak
memiliki akibat hukum. Di sisi lain, dalam setiap pengambilan keputusan atau
melakukan suatu tindakan dalam konteks adat, maka haruslah dilihat terlebih
dahulu apakah persoalannya menyangkut sesuatu yang sudah diatur dalam adat yang
bersifat “babua mati” dan bila “ya”, maka adat nan babua sintak tentu tidak
seharusnya berada dibelakang. Mungkin ada pendapat lain, dan hal itu sejatinya
akan memperkaya pemahaman kita terhadap adat dan hukum adat Minangkabau.
F.
Harta Pusaka Tinggi
Yang dimaksud harta pusaka tinggi adalah harta pusaka yang dimiliki oleh
satu kaum atau suku. Bukan harta yang bersifat personal atau pribadi. Biasanya
berupa tanah atau barang yang memiliki nilai jual tinggi. Harta pusaka tinggi
hanya bisa dimanfaatkan dan tidak boleh diperjual belikan. Harta ini diturunkan
secara turun temurun (waris) kepada anak perempuan dalam suatu suku atau
keluarga besar. Kaum laki-laki tidak memiliki hak terhadap harta pusaka ini.
Meskipun demikian, terdapat beberapa kondisi dimana dalam hukum adat
Minang, harta pusaka tinggi boleh untuk digadaikan. Penggadaian harta pusaka
tinggi harus disebabkan oleh salah satu dari beberapa alasan yang diperbolehkan
untuk penggadaian, yaitu :
·
Maik Tabuju Ateh Rumah
(mayat terbujur diatas rumah), tidak adanya biaya untuk mengurus jenazah
keluarga yang meninggal.
·
Gadih atau Rando indak
balaki (gadis atau janda tidak bersuami), seorang wanita yang tidak memiliki
seorang suami bagi suku Minang adalah sebuah aib. Oleh karenanya, apabila
terdapat seorang gadis yang sudah berumur namun belum bersuami atau seorang
janda yang tidak bersuami, maka diperbolehkan menggunakan harta pusaka yang
tergadai untuk membayar laki-laki yang mau menikahinya.
·
Rumah Gadang katirisan
(Rumah Gadang mengalami kerusakan). Apabila rumah gadang yang ditempati
mengalami rusak berat, maka diperbolehkan menggadaikan untuk melakukan
perbaikan rumah agar rumah tidak runtuh/roboh.
·
Mambangkik batang
tarandam, apabila sebuah suku tidak memiliki penghulu adat, maka diwajibkan
untuk melakukan upacara pengangkatan penghulu adat yang pembiayaannya dari
penggadaian harta pusaka.
G.
Strata masyarakat di Suku Minangkabau
Suku minangkabau menerapkan sistem strata untuk masyarakatnya. Sistem ini
penting untuk menggolongkan masyarakat dan mengatur jalannya pernikahan, adapun
golongannya yaitu :
1. Kamanakan Tali pariuk adalah golongan pertama yang bersifat bangsawan dan
memiliki gelar bangsawan. kamanakan tali pariuk dianggap keturunan langsung
dari urang asa.
2. Kamanakan tali budi adalah golongan para pendatang atau perantau yang sama
kaya dan suksesnya dengan suku minang. sehingga bisa dianggap seperti sama
dengan keturunan dari urang asa
3. Kamanakan tali ameh adalah golongan orang biasa dan sifatnya pendatang
4. Kamanakan bawah lutuik adalah orang yang biasa menghamba kepada orang asa.
Selain itu ada 3 golongan yang dibuat oleh suku minangkabau, diantaranya :
1. Golongan bangsawan :
Adalah golongan yang
memiliki kedudukan yang tinggi dan mendapat kemudahan bagi setiap urusan.
Seperti bangsawan yang memberikan mahar atau bayaran tinggi ketika menikah.
namun golongan wanita bangsawan harus menikah dengan sesama golongan bangsawan.
2. Golongan biasa :
Golongan ini tidak
termasuk golongan bangsawan, namun bisa dikatakan mereka bisa hidup
seperti biasa seperti membeli tanah dan rumah, walaupun tidak ada hubungan dengan
orang suku minang.
3. Golongan rendah:
Golongan ini tidak
diizinkan untuk membeli tanah dan rumah, mereka dianggap datang dengan jalan
menghamba atau sebagai budak ketika datang ke daerah suku minangkabau.
H. Kekerabatan Suku Minangkabau
Salah satu dari kebudayaan suku minang adalah kekerabatan atau silsilah.
Bagi masyarakat atau suku padang anak laki-laki adalah mahal dan haruslah
dibeli. Sehingga dalam proses perkawinan ada beberapa tahap seperti meminang,
menjemput pengantin laki-laki dan akhirnya dipelaminan. Bagi pengantin
laki-laki akan ada upacara dimana mereka mendapat gelar atau nama baru yang
menggantikan nama kecil mereka. Sehingga setelah menikah para pria akan
dipanggil menggunakan nama baru tersebut.
Umumnya pernikahan dilakukan dengan mengambil atau menikahkan dari luar
suku atau biasa disebut eksogami. Sistem keluarga dari suku minang adalah
matrilineal atau mengikuti garis keturunan dari ibu. Sehingga jika terdapat
perkara atau kasus maka penyelesaian adatnya menggunakan sistem dari garis keturunan
ibu.
I. Bahasa Suku Minangkabau
Suku Minangkabau mempunyai bahasanya sendiri yang tidak diambil
dari bahasa lain yaitu Bahasa Minangkabau. Walaupun demikian, banyak yang
bilang bahwa Bahasa Minangkabau sama dengan Bahasa Melayu karena banyaknya kemiripan
antara Bahasa Minangkabau dan Bahasa Melayu.
Kato nan Ampek
Di Minangkabau ada
istilah katonanampek. Dalam bahasa Indonesia, kato
nan ampek ini berarti kata yang empat.
Kato dari istilah diatas berarti aturan dalam berbicara
tentang bagaimana seharusnya kita berbicara dengan orang lain. Kapan kita harus
berbicara lemah lembut, kapan kita harus
bicara tegas dan seterusnya itu diatur dalam katonanampek.
1.
Kato Mandaki
Adalah kata mendaki yang merupakan tata bicara seseorang kepada orang yang
lebih tua dari kita seperti berbicara kepada uda (kakak
laki-laki), uni (kakak
perempuan), abak (ayah), amak(ibu) dan kepada semua orang yang
lebih tua dari kita.
2.
Kato Manurun
Kata menurun
digunakan saat kita berbicara kepadaorang yang lebih muda
daripada kita. Karena mereka adalah orang yang lebih kecil dan belum sedewasa
kita, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa lemah lembut.
3.
Kato Mandata
Kato
mandata atau kata mendatar adalah tata bicara kita kepada teman sebaya
atau kepada orang yang seumuran dengan kita. Bahasa yang digunakan adalah
bahasa pergaulan yang baik.
4. Kato
Malereang
Kato
malereang atau kata melereng adalah tata bicara kita terhadap orang yang
kita segani.
J.
Budaya
Merantau
Merantau merupakan kebiasaan yang selalu dijalankan
oleh laki-laki dari suku Minang. Kebudayaan suku Minangkabau untuk
merantau adalah akibat dari adanya adat matrilineal, maka pada dasarnya
laki-laki suku Minang tidak memiliki modal harta sama sekali. Oleh sebab itu,
kebanyakan laki-laki Minang ketika sudah dewasa selalu pergi dari kampungnya
untuk pergi merantau. Tujuannya adalah untuk bekerja dan mencari harta
kekayaan.
Merantau juga merupakan bagian konsekuensi dari tuntutan laki-laki Minang
untuk mencari pasangan yang diluar dari sukunya. Dengan merantau ini maka
laki-laki Minang bisa berpotensi untuk mengenal perempuan dari suku lain. Pada
awal mulanya makna merantau sendiri adalah pergi keluar dari suku dan bergaul
sosial dengan suku lain yang masih dalam etnis Minang. Namun dalam
perkembangannya merantau kemudian menjadi kebiasaan untuk keluar dari tanah
kelahiran dan bermata pencaharian di tanah lain.
Oleh sebab itu, bila kita melihat pada kehidupan hari ini, banyak sekali
orang-orang Minang yang mendiami kota-kota besar di tanah Jawa. Biasanya mereka
membuka berbagai macam bentuk usaha sebagai mata pencaharian. Dan usaha yang
paling banyak biasanya adalah dengan membuka restaurant atau rumah makan
Padang.
K.
Rumah
Gadang Minangkabau
Falsafah
kehidupan orang minang adalah Alam Takambang Jadi Guru yang dimana artiannya orang minang selalu mengutamakan alam, mereka
belajar dan memanfaatkan pengetahuan dari lingkungan alam sekitar. Seperti
halnya dengan membangun rumah. Dan juga nama rumah gadang
dikatakan gadang (besar) bukan karena bentuknya yang besar melainkan fungsinya
yang gadang, ada kutipan minang mengatakan “Rumah Gadang basa batuah, Tiang
banamo kato hakikat, Pintunyo banamo dalil kiasan, Banduanyo sambah-manyambah,
Bajanjang naik batanggo turun, Dindiangnyo panutuik malu, Biliaknyo aluang bunian”.
Bagian atap biasanya terbuat dari ijuk yang dijalin,
kemudian ujungnya meruncing membentuk gonjong. Pemakaian ijuk sebagai simbol
bahwa Rumah Gadang ramah lingkungan. Bentuk atap seringkali diasosikan mirip
dengan tanduk kerbau.
Namun ada juga yang mengatakan bahwa atap rumah gadang
meniru Siriah Basusun (daunsirih yang disusun). Hal ini
melambangkan rumah gadang sebagai tali penyambung silaturahim dan kekeluargaan.
Sebagaimana sirih yang biasanya
digunakan sebagai simbol penyambung silaturahim.
Rumah Gadang dengan bentuk segi empat memanjang ini
hampir semua bahagianya terbuat dari kayu dan hasil alamlainnya. Dinding,
lantai, tangga, lotengdll. Rumah Gadang dipercaya tahan gempa. Tekonologi mutakhir yang digunakan sejak abad lalu ini berupa pasak.
Rumah Gadang aslinya tidak menggunakan paku untuk merekatkan dan menyambungkan dua bahagian kayu. Namun menggunakan pasak. Jadi saat terjadi gempa, Rumah ini berayun mengikuti ritme gempa. Jadi saat gempa rumah ini tidak akan roboh.
Bangunan Rumah Gadang digambarkan memiliki ruanggan
jilantara 3 hingga 11. Diantaranya terdapat ruangan lepas dan kamar-kamar.
Jumlah kamar bervariasi tergantung besar kecilnya keluarga yang bernaung di
rumah tersebut. Selain orang tua, hanya anak perempuan yang berhak mendapat
kamar.
Untuk menambah unsure seni. Pada dinding Rumah Gadang biasanya dibuat ukiran-ukiran dengan motif asli minangkabau. Motif-motif ini kebanyakan terinspirasi oleh alam, misalnya kaluakpaku,
itiakpulangpatang, dll. Setelahitu ukiran akan dicat dengan warna warna khas minangkabau, kombinasimerah, hitam, kuning dan hijau.
Rumah gadang selalu dibuat tinggi menyerupai rumah panggung, tujuannya agar ruang dibagian bawah bias digunakan. Pada bagian depan dibuatkan tangga. Pada zaman dahulu dibagian bawah tangga ada batu dan cibuak untuk mencuci kaki.
Rumah gadang kebanyakan memiliki kolam ikan di depan rumah. Selain untuk memelihara ikan, kolam merupakan sumber air yang vital untuk kegiatan sehari-hari, mandi dan mencuci.
Selain kolam, di bagian halaman kita akan melihat bangunan tinggi dan ramping bergonjong. Bangunan dengan 4 hingga 6 tiang dan pada salah satu sisi dibuat kan pintu kecil. Bangunan ini dinamakan Rangkiang.
Rangkiang adalah simbol survival masyarakat minangkabau. Ada banyak macam rangkiang dan setiap rangkiang punya fungsi masing-masing. Meskipun sama-sama tempat penyimpanan padi, Ada rangkiang yang berisipadi Abuan (bibit). Padi untuk makan sehari-hari, padi untuk persiapan masa paceklik dll sebagainya.
L. Adat Pernikahan
Dalam melangsungkan pernikahan, orang suku Minang harus memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu :
1. Kedua calon harus sama-sama beragama Islam
2. Kedua calon tidak berasal dari suku yang sama
3. Kedua calon dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga
besar kedua belah pihak
4. Calon suami telah memiliki sumber penghasilan untuk menghidupi keluarga
Setelah itu, bila semua syarat sudah terpenuhi maka terdapat beberapa
tradisi yang dilakukan oleh suku Minang, diantaranya :
·
Maresek
Pada tahap ini pihak
keluarga wanita akan mendatangi pihak keluarga pria dengan membawa sejumlah
buah tangan. Tujuan dari Maresek adalah pihak keluarga wanita akan mencari tahu
kecocokan calon mempelai pria dengan calon mempelai wanita.
·
Maminang/ Batimbang
Tando
Pada tahap ini keluarga
wanita akan mendatangi calon keluarga pria untuk meminang. Bila dalam proses
peminangan ini pihak pria menerima, maka akan diteruskan dengan tahap Batimbang
Tando sebagai simbol perjanjian dan kesepakatan antar kedua belah pihak. Kedua
keluarga akan saling menukarkan benda-benda pusaka yang dimilikinya, seperti
keris, kain adat atau barang-barang lain yang dianggap berharga oleh keluarga.
·
Mahanta Siriah
Calon mempelai pria dan
calon mempelai wanita akan mengabarkan kabar pernikahan kepada para mamak (sebutan
untuk laki-laki tertua dalam keluarga) dan seluruh kerabat keluarga. Proses
mahanta Siriah ini biasanya dilakukan dengan tradisi membawa tembakau untuk
calon mempelai pria dan sementara untuk calon mempelai wanita dengan membawa
sirih lengkap. Biasanya keluarga yang didatangi akan ikut membantu pembiayaan
pernikahan.
·
Babako-babaki
Bako adalah sebutan
bagi pihak keluarga ayah dari calon mempelai wanita. Tradisi ini biasa
dilangsungkan beberapa hari sebelum akad nikah. Calon mempelai wanita akan
dijemput oleh keluarga ayah dan dibawa kerumah. Kemudian para tetua dan sesepuh
akan memberikan nasihat. Keesokan harinya, calon wanita akan diantarkan pulang
kembali dengan membawa beberapa barang pemberian seperti seperangkat busana,
perhiasan emas, maupun beberapa bahan pangan baik yang sudah matang atau masih
mentah.
·
Malam Bainai
Kegiatan ini dilakukan
pada malam akad nikah berlangsung. Tradisi ini berupa memandikan calon mempelai
wanita dengan air kembang sebagai simbol membersihkan diri. Setelah itu, calon
mempelai wanita akan dihias kuku dan tangannya dengan daun pacar sebagai simbol
keindahan.
·
Manjapuik Marapulai
Prosesi ini merupakan
puncak tradisi dimana calon mempelai pria akan dijemput untuk diantar ke rumah
calon mempelai wanita. Akad nikah akan dilangsungkan di rumah calon mempelai
wanita. Keluarga calon mempelai wanita yang datang menjemput membawa
perlengkapan lengkap seperti pakaian pengantin pria lengkap, sirih, nasi dan
lauk dan beberapa hantaran lain. Setelah menyampaikan maksud kedatangan, maka
mempelai pria akan langsung diarak menuju rumah calon mempelai wanita.
·
Penyambutan di rumah
anak Daro
Sesampainya calon
mempelai pria dirumah calon mempelai wanita, maka calon mempelai pria akan
disambut dengan meriah. Terdapat beberapa pemuda berpakaian silat yang akan
menyambut dengan tari gelombang adat timbal balik yang diiringi musik khas
Minang. Tari gelombang adat timbal balik ini adalah khas untuk menyambut
mempelai Selanjutnya terdapat para dara yang akan menyambut dengan perlengkapan
sirih. Para sesepuh wanita kemudian menaburi calon mempelai pria dengan beras
kuning. Kemudian kaki calon mempelai pria akan dibasuh dengan air sebagai
simbol pensucian sebelum menuju ke tempat akan nikah.
·
Prosesi akad Nikah
Akad nikah dilakukan
sesuai dengan syariat Islam dengan didahului pembacaan ayat Al Quran. Setelah
itu dilakukan ijab qabul yang disaksikan oleh para saksi. Kemudian ditutup
dengan do’a dan nasihat dari para tetua.
·
Basandiang di Pelaminan
Kedua mempelai akan
bersanding di rumah anak Daro (mempelai wanita). Kedua mempelai kemudian duduk
bersandingan untuk menerima para tamu yang hadir dan biasanya terdapat hiburan
musik di halaman rumah untuk memeriahkan acara.
·
Tradisi Pasca Akad Nikah
Setelah akad nikah selesai, terdapat beberapa tradisi yang dilakukan oleh
Suku Minang, diantaranya :
1.
Mamulangkan Tando,
mengembalikan tanda yang dipertukarkan pada tahap Maminang.
2.
Malewakan Gala
Marapulai, yakni memberikan nama dan gelar baru bagi pengantin pria sebagai
simbol kedewasaan.
3.
Balantuang Kaniang,
menyentuhkan kening kedua pengantin pria dan wanita.
4.
Mangaruak Nasi Kuniang,
tradisi berebut daging ayam yang disembunyikan di dalam nasi kuning. Dilakukan
oleh kedua pengantin sebagai simbol kerjasama antara suami dan istri.
5.
Bamain Coki, melakukan
permainan tradisional Minang semacam catur sebagai simbol mempererat
kekeluargaan.
M. Kesenian Suku Minangkabau
Adapun
keseniannya yang sangat terkenal, diantaranya :
ü Seni Berkata
Seni ini
cukup unik. jika di sunda ada pupuh maka di suku minang ada seni bersilat lidah
yang mengedepankan sindiran, nasihat dan kata-kata bijak. Seni ini sangat
penting dan bermakna sehingga suku minang bertahan dan menjadikannya sebuah
budaya.
ü
Silat
Silat adalah seni beladiri tradisional Minangkabau. Ada dua macam:
1. Pencak silat, yaitu silat yang biasa digunakan untuk tari-tarian
pertunjukan. Pemainnya disebut anak silek. Pencak silat dilakukan dua
orang. Gayanya seperti gerakan silat, tapi tidak untuk menciderai lawan, tetapi
hanya sebagai hiburan.
2. Silat (silek), yaitu yang bertujuan untuk bela diri. Pesilat disebut pandeka.
Ia punya aturan sendiri, yaitu musuah indak dicari, jikok basuo pantang
diilakkan.
ü
Randai
Randai dilaksanakan dalam bentuk teater arena. Permainan randai dilakukan
dengan membentuk lingkaran, kemudian melangkah kecil-kecil secara perlahan,
sambil menyampaikan cerita lewat nyanyian secara berganti-gantian. Cerita
randai biasanya diambil dari kenyataan hidup di tengah masyarakat. Fungsinya
sebagai seni pertunjukan untuk hiburan; sebagai penyampai pesan, nasihat, dan
pendidikan. Semua gerakan randai dituntun oleh aba-aba salah seorang di
antaranya, disebut janang.
ü Sepak rago
Sepak rago merupakan sebuah olahraga tradisional. Permainannya mirip sepak
takraw. Bedanya, bola sepak rago terbuat dari daun kelapa muda yang dianyam dan
berbentuk kubus. Jumlah pemain antara 5 – 10 orang.
Dalam permainan sepak rago terdapat ajaran budi yang sangat tinggi, yakni
seseorang dalam kehidupan memang harus lebih banyak berdialog dengan dirinya
sendiri, berdiskusi, berbuat sesuatu untuk kesejahteraan hidupnya, dan tidak
lupa bahwa ia berada di tengah masyarakat.
ü
Tarian rakyat
Tarian tradisional yang bersifat klasik di Minangkabau umumnya memiliki
gerakan aktif dinamis, namun tetap berada dalam alur dan tatanan yang khas.
Kekhasan ini terletak pada prinsip tari Minangkabau yang belajar kepada alam.
Oleh karena itu, dinamisme gerakan tari-tari tradisi Minangkabau selalu
merupakan perlambang dari unsur alam. Pengaruh agama Islam, keunikan adat
matrilineal, dan kebiasan merantau masyarakat juga memberi pengaruh besar dalam
jiwa sebuah tari.
Secara garis besar ada
tiga macam tarian rakyat Minangkabau, yaitu:
1. Tarian pencak, yaitu tarian yang
gerakan dan prinsipnya menyerupai pencak.
Contoh : tari sewah, tari alo ambek, tari galombang.
Contoh : tari sewah, tari alo ambek, tari galombang.
2. Tarian perintang, yaitu tarian yang
dimainkan pemuda-pemudi untuk kegembiraan dan perintang waktu.
Contoh : tari piriang, tari galuak, tari kabau jalang.
Contoh : tari piriang, tari galuak, tari kabau jalang.
3. Tarian kaba, yaitu tarian yang
mengangkat tema cerita (kaba).
Contoh : tari si kambang, tari ilau, tari tupai janjang, tari barabah mandi.
Contoh : tari si kambang, tari ilau, tari tupai janjang, tari barabah mandi.
ü
Gamat
Gamat adalah kesenian Melayu yang melibatkan seni tari, seni suara, dan
seni musik. Gamat biasanya dimainkan dalam acara keramaian. Jenis tari gamat
yang terkenal adalah tari payung, tari selendang, dan tari saputangan.
ü
Tabuik
Tabuik berkembang di daerah pesisir, khususnya Pariaman. Tabuik
diselenggarakan tiap tahun. Permainan ini merupakan upacara peringatan
terbunuhnya Husein, cucu Rasulullah SAW.
Acara dimulai pada 1 Muharram dengan mengambil tanah ke dasar sungai,
melambangkan mengambil jasad Husein. Hari berikutnya tabuik mulai dibuat.
Tabuik berbentuk keranda untuk mengusung mayat. Pada hari ke lima, tengah
malam, orang mengambil pohun pisang dengan memancungnya dengan parang sekali
putus. Ini melambangkan pembalasan putra Husein. Hari ke tujuh dimulai dengan
mengarak jari-jari, semacam maket sebuah kubah. Ini mengisahkan pengikut Husein
yang mencari jari-jari dan serpihan tubuh Husein yang dicincang musuh. Hari ke
sembilan, mereka mengarak sorban Husein yang ditemukan. Acara puncak
arak-arakan tabuik berlangsung pada hari ke sepuluh.
ü
Karawitan
Minangkabau memiliki alat musik khas. Alat musik ini biasanya digunakan
untuk mengiringi tari-tarian.
· Alat musik tiup
|
:
|
saluang, bansi, pupuik batang padi, sarunai,
pupuik tanduak
|
|
· Alat musik pukul
|
:
|
talempong, canang, tambur, rabano, indang,
gandang, adok
|
|
· Alat musik gesek
|
:
|
rabab(satu-satunya).......................................................
|
|
N.
Akulturasi dan Asimilasi
Kebudayaan Minangkabau di Sumatra Barat
Provinsi Sumatera Barat dihuni oleh mayoritas etnis atau
bangsa yang disebut Minangkabau (Minang). Bangsa Minang memiliki sejarah
kebudayaan yang panjang dan unik. Lahirnya bangsa Minangkabau sendiri adalah
hasil dari asimilasi budaya yang di dalamnya terdapat banyak akulturasi budaya
yang mengidentifikasi kelembagaan adat Minangkabau.
Bangsa Minangkabau adalah bangsa sastra. Lahirnya karya
sastra besar negeri ini didominasi tokoh-tokoh kelahiran Minang. Hal ini karena
kebudayaan Minang sendiri yang lahir dari sebuah legenda, mitologi, atau
dongeng. Minangkabau hampir tidak memiliki catatan sejarah tertulis atau kronik
historis karena budaya lisan yang sangat mendominasi. Sejarah Minang lebih banyak
berasal dari lisan atau cerita mulut yang diwariskan turun temurun yang disebut
tambo. Tambo berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya ‘kabar’. Makanya dalam
istilah Orang Minang disebut ‘kaba’. Tambo atau kaba adalah legenda cerita
mulut yang dipercaya sejak dulu. Para orang tua memberi petuah atau nasehat
dari kaba ini kepada generasi mudanya lewat syair atau pantun. Biasanya
diperdengarkan di saat berkumpulnya anak-anak yang belum dewasa di dalam surau.
Surau sendiri merupakan basis peradaban Orang Minang setelah masuknya Islam,
yang konsepnya hampir mirip dengan orang Yunani Sparta─yang tujuannya membentuk
generasi muda yang belum dewasa untuk belajar (tentang agama) serta seni bela
diri (silek).
Kemiripan ini yang akhirnya dipercaya Orang Minang bahwa mereka
adalah keturunan Raja Agung Iskandar Zulkarnaen dari Makedonia Yunani. Tambo
semacam ini, entah kapan awal mulanya, telah mengubah persepsi dan sebagian
besar landasan utama yang akhirnya menjadi adat terlembaganya Orang Minang.
Bahwa Orang Minang adalah bangsa besar keturunan orang besar. Bahwa mereka
menentang bentuk dominasi dan penjajahan, dengan pepatah “duduk sama rendah,
berdiri sama tinggi”.
Akar kebudayaan Minangkabau adalah Melayu (Malayapura) yang
berkedudukan di Dharmasraya. Asimilasi budaya yang menghasilkan lahirnya Bangsa
Minangkabau adalah asimilasi Malayapura (Melayu) dan Jawa dalam tataran Hindu.
Dilihat dari suksesi tahta, baik Majapahit dan Dharmasraya menganut sistem
patriarkat. Dengan Adityawarman menjadi raja menggantikan Akarendrawarman
(pamannya), sistem matrilineal sudah diterapkan. Sebagai penerus kebudayaan
Malayapura (Melayu), sistem matrilineal inilah identitas utama bangsa
Minangkabau yang dibedakan dari seluruh bangsa serumpun. Sebagai lembaga
tertinggi, raja mampu menciptakan tatanan sosial di masyarakat. Dia mampu
menetapkan hukum, agama negara, maupun landasan budaya yang menjadi warisan
anak cucu di kemudian hari. Bahkan ketika Islam masuk dan menjadi agama negara
(Kesultanan Pagaruyung), adat matrilineal dan adat budaya Minangkabau tetap
dipertahankan. Untuk menyeimbangkan konsepsi ini di kerajaan Minangkabau ada
tiga raja yang berkuasa (tigo rajo selo) yang diperkuat Basa Ampek Balai (empat
orang besar bertahta). Mereka adalah Rajo Alam (penguasa semesta Minangkabau di
Pagaruyung), Raja Adat, serta Raja Ibadat. Sebagai sekumpulan konfederasi kota
yang otonom (terdiri dari banyak nagari dan lareh), di Minangkabau berlaku
hukum federal di bawah otoritas Raja Alam. Sedangkan rumah tangga internal
konfederasi kota dipimpin seorang penghulu yang diwariskan secara
matrilineal.
Sedangkan akulturasi dalam budaya Minangkabau adalah akulturasi
Hindu dan Islam yang menghasilkan strata dalam masyarakat. Meski pepatah Minang
mengatakan, “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi”, tapi pada dasarnya mereka
tetap mempermasalahkan strata sosial. Bangsawan harus menikah dengan bangsawan
dan sebagainya. Hasil akulturasi ini juga tertuang dalam cap mohor Sultan
Tangkal Alam Bagagarsyah yang bertuliskan inkripsi Arab yang menyebutkan gelar
sultan. Berarti aksara yang berlaku di Kesultanan Pagaruyung secara resmi
menggunakan aksara Arab-Melayu. Istilah yang lahir dari kebahasaan Minangkabau
juga banyak dipinjam dalam pelafalan bahasa Indonesia kini seperti balai,
ruang, sahabat, nagari (negeri) dan sebagainya. Akulturasi ini juga mencakup
peran tambo atau dongeng di masyarakat
seperti Malin Kundang dan Batu Menangis yang diadaptasi sastra Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Masyarakat Minangkabau atau Minang adslah kelompok etnik Nusantara yang
berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Orang Minangkabau sangat menonjol di
bidang perniagaan, sebagaii profisional dan intelektual. Nama Minangkabau
berasal dari dua kata, minang dan kabau. Namaitu dikaitkan dengan suatu legenda
khas Minang yang dikenal didalam tambo. Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga
pilar pembangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat-istiadat. Mereka adalah
alim ulama, cerdik pandai dan ninik mamak, yang di kenal dengan istilah Tali
dan Tigo Sapilin.
3.2
Saran
Keanekaragaman
kebudayaan indonesia terutama kebbudayaan melayu harus senntiasa kita jaga dan
kita lestarikan, mulai dari memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan kepada
tiap-tiap generasi diantaranya melalui pendidikan kebudayaan Indonesia. Perlu
diadakan penelitian lanjut mengenai kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan
Minang, untuk mengetahui seluk beluk sejarah dan kebudayaannya.
Daftar Pustaka
Penghulu, Idrus Hakimy Dt Rajo. 1994. Rangkaian Mustika Adat
Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nasroen. 1957. Dasar Falsafah Adat Minangkabau.Jakarta:
Bulan Bintang.
Munir, Misnal. 2013. Filsafat Sejarah dalam Kebudayaan
Minangkabau. Yogyakarta : Fakultas Filsafat UGM
Latief, Bandaro. 2002. Etnis dan Adat Minangkabau.
https://www.skyscanner.co.id/berita/tradisi-masyarakat-minang-%E2%80%93-sumatera-barat diaskes pada 20 September 2017.
https://ilmuseni.com/seni-budaya/kebudayaan-minangkabau diaskes pada 21 September 2017. 07:25
https://www.youtube.com/watch?v=cPDxmPw2iy8. Diaskes pada 22 September 2017
http://www.rumahku.com/artikel/read/mengenal-keunikan-rumah-gadang-sumatera-barat-409279 diaskes pada 22 September 2017, 10:08 WIB
https://www.wonderfulminangkabau.com/kato-nan-ampek/ diaskes pada 22 September 2017
Komentar
Posting Komentar