Makalah Kebudayaan Suku Minangkabau



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama Islam pada umumnya terintegrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut. Adat Minangkabau paa dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetap dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan ibu, matrilinial, sejak kedatangannya di wilayah Minangkabau sekarang ini. Kekhasan lain yang sangat penting ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh setiap orang di seluruh pelosok nageri dan tidak menjadi adat para bangsawan dan raja-raja saja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan adat, hampir semua laki-laki dewasa menyandang gelar adat, dan semua hubungan kekerabatan diatur secara adat.
Selain hal-hal di atas kita juga dapat mengetahui berbagai kebudayaan di Indonesia yang mengalami akulturasi. Karena proses akulturasi yang terjadi tampak simpang siur dan setengah-setengah. Contoh, perubahan gaya hidup pada masyarskat Indonesia yang kebarat-baratan yang seolah-olah sedikit demi sedikit mulai mengikis budaya dan adat ketimurannya. Namun, masih ada beberapa masyarakat yang masih sangat kolot dan hampir tidak mempeedulikan perkembangan dan kemajuan dunia luar dan mereka tetap menjaga kebudayaan asli mereka.
Karena latar belakang diatas, kita menyusun makalah tentang salah satu kebudayaan masyarakat Indonesia, yaitu Kebudayaan Minangkabau. Makalah ini akan memberikan wawasan tentang masyarakat Minangkabau yang memiliki keragaman suku dan budaya.  
Tentunya dari pembahasan nanti penulis sangat berharap makalah yang sederhana ini dapat menyuguhkan informasi tentang suku Minangkabau di tanah Minang.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1.         Bagaimana Sejarah Minangkabau?
1.2.2.         Bagaimana Filosofi Adat Minangkabau?
1.2.3.         Darimana Sumber Adat Minangkabau?
1.2.4.         Apakah adat Matrilineal itu?
1.2.5.         Bagaimana Hukum Adat Minangkabau?
1.2.6.         Apa Harta Pusaka Tinggi itu?
1.2.7.         Bagaimana Strata masyarakat di Suku Minangkabau?
1.2.8.         Apa maksud dari Kekerabatan Suku Minangkabau?
1.2.9.         Bagaimana Bahasa Suku Minangkabau?
1.2.10.       Apa yang dimaksud dengan budaya Merantau?
1.2.11.       Apa Falsafah dan Keunikan Rumah Gadang?
1.2.12.       Bagaimana Adat Pernikahan Suku Minangkabau?
1.2.13.       Apa saja kesenian yang ada di Minangkabau?          
1.2.14.       Bagaimana Akulturasi dan Asimilasi kebudayaan Minangkabau di Sumatera Barat?
1.3. Tujuan dan Manfaat
1.3.1. Tujuan
Untuk mengetahui keadaan masyarakat Minangkabau, adat istiadat dan budaya masyarakat Minangkabau.
1.3.2. Manfaat
     Memberikan pengetahuan umum mengenai kebudayaan suku Minangkabau.










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Minangkabau
Suku Minangkabau atau yang biasa disebut dengan Minang merupakan kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Suku Minangkabau merupakan suku terbesar ke 4 di Indonesia yang tersebar luas dan sangat berpengaruh. Wilayah yang menganut kebudayaan Minangkabau meliputi Sumatera Barat, bagian utara Bengkulu, separuh daratan Riau, Bagian selatan Sumatera Utara, bagian barat Jambi, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilandi Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan dengan orang Padang, hal tersebut merujuk kepada nama ibukota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang.  Suku ini mempunyai sifat merantau yang boleh dikatakan telah menyatu dalam pola hidup mereka sehingga banyak di antara mereka pindah ke pulau-pulau lain di Indonesia. Membicarakan Minangkabau secara umum mendalami sebuah suku bangsa dengan latar belakang sejarah, adat, budaya, agama, dan segala aspek kehidupan masyarakatnya. Mengingat hal seperti itu, ada dua sumber yang dapat dijadikan rujukan dalam mengkaji Minangkabau, yaitu sumber dari sejarah dan sumber dari tambo. Kedua sumber ini sama penting, walaupun di sana sini, pada keduanya ditemui kelebihan dan kekurangan, namun dari kedua sumber tersebut dapat  melengkapi.
Prof  Slamet Mulyana dalam Kuntala, Swarnabhumi dan Sriwijaya mengatakan bahwa kerajaan Minangkabau itu  sudah ada sejak abad pertama Masehi. Kerajaan itu muncul silih berganti dengan nama yang berbeda-beda. Pada mulanya muncul kerjaan Kuntala dengan lokasi sekitar daerah Jambi pedalaman. Kerajaan ini hidup sampai abad ke empat. Kerajaan ini kemudian berganti dengan kerajaan Swarnabhumi pada abad ke lima sampai ke tujuh sebagai kelanjutan kerajaan sebelumnya. Setelah itu berganti dengan kerajaan Sriwijaya abad ke tujuh sampai 14. Candi Muara Takus merupakan peninggalan kerajaan Kuntala yang kemudian diperbaiki dan diperluas sampai masa kerajaan Sriwijaya. Setelah itu muncul kerajaan Malayapura (kerajaan Melayu) di daerah yang bernama Darmasyraya (daerah Sitiung dan sekitarnya sekarang). Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini kemudian dipindahkan oleh Adhytiawarman ke Pagaruyung. Sejak itulah kerajaan itu dikenal dengan kerajaan Pagaruyung. Menurut Jean Drakar dari Monash University Australia mengatakan bahwa kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan yang besar, setaraf dengan kerajaan Mataram dan kerajaan Melaka. Itu dibuktikannya dengan banyaknya negeri-negeri di Nusantara ini yang meminta raja ke Pagaruyung,seperti Deli, Siak, Negeri Sembilan dan negeri-negeri lainnya.
Minangkabau menurut tambo. Tombo adalah satu-satunya keterangan mengenai sejarah Minangkabau. Bagi masyarakat Minangkabau, tambo mempunyai arti penting, karena di dalam tambo terdapat dua hal:
(1) Tambo alam, suatu kisah yang menerangkan asal usul orang Minangkabau semenjak raja pertama datang sampai kepada masa   kejayaan kerajaan Pagaruyung.
(2) Tambo adat, uraian tentang hukum-hukum adat Minangkabau. Dari sumber inilah hukum-hukum, aturan-aturan adat, dan juga berawalnya sistem matrilineal dikembangkan.
Urutan kerajaan di dalam Tambo Alam Minangkabau adalah:
(1)Kerajaan  Pasumayan      Koto Batu,
(2)Kerajaan  Pariangan  Padang   Panjang
(3)Kerajaan Dusun Tuo yang dibangun oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang
(4)Kerajaan  Bungo Sitangkai    
(5)Kerajaan  Bukit Batu Patah dan terakhir
(6)Kerajaan  Pagaruyung.

B.     Filosofis Adat
Sejarah adagium atau kesepakatan perjanjian di buat di Bukit Marapalam yang menghadirkan para alim ulama, tokoh adat tradisional serta para cerdik pandai (cendekiawan). Mereka membangun kesepakatan bahwa semenjak saat itu maka adat budaya Minang didasarkan pada syariat Islam. Isi kesepakatan dituangkan dalam kalimat kesepakatan yang berbunyi “Adat basandi syarak (adat bersendi syariat), syarak basandi kitabullah (syariat bersendi kitab Allah). Syarak mangato adat mamakai (syariat melandasi adat)” .Maknanya bahwa adat Minang bersendikan syariat, dan syariat bersendikan kitab Al Quran. Maka sejak saat itu pondasi budaya Minang dibangun diatas pilar agama Islam. Namun, jauh ke belakang sebelum terjadinya puncak kesepakatan tersebut, suku Minang mengalami beberapa fase perombakan pondasi adat, yaitu :
·           Adat basandi alua jo patuik dan syarak basandi dalil. Pada fase ini masyarakat Minang menjalankan adat dan syariat secara berbeda. Adat dan syariat memiliki rel-nya masing-masing tanpa saling mengganggu. Agama bagi masyarakat Minang hanya sekadar ibadah saja, sedangkan dalam sistem sosial mereka menggunakan adat tradisional.
·           Adat basandi syarak dan syarak basandi adat. Pada fase ini masyarakat Minang mulai mengintegrasikan dan menyandingkan antara adat dan syariat. Dalam penataan sistem sosial, syariat agama mulai dijadikan salah satu sumber membangun aturan dan syariat tidak lagi hanya sekadar ibadah saja.
·           Adat basandi syarak dan syarak basandi Kitabullah, syarak mangato adat mamakai. Ini adalah puncak pengintegrasian syariat Islam dengan nilai adat. Hal ini sebagaimana kesepakatan yang dilakukan di Bukit Marapalam. Dengan ini, adat Minang melebur pada syariat Islam.
C.     Sumber Dasar Adat Minangkabau
1.         Alam terkembang jadi guru
Setinggi- tinggi malantiang,
Mambubuang ka awang-awang
Suruiknya ko tanah juo
Sahabih dahan dengan rantiang,
Dikubak dikulik batang,
Tereh panguba barunya nyato.

( Setinggi- tinggi melempar,
Membumbung ke awang-awang
Kembali jatuh ke tanah juga.
Sehabis dahan dengan ranting,
Dikubak dikulit batang,
Teras pengubar barulah nyata).

Demikian sebuah rangkaian pepatah adat Minangkabau yang mengandung arti bahwa adat Minangkabau dengan segala persoalannya, tidaklah dapat dipahami apalagi dihayati serta dimanfaatkan, terutama oleh masyarakat Minangkabau sendiri, kalau hanya sekedar mengetahui pepatah petitih, gurindam, mamang, bidal secara lahir semata- mata tanpa mendalami arti yang tersirat yang dikandung oleh pepatah petitih tersebut. Apalagi bila tidak mengetahui secara mendalam hakikat dari jiwa ajaran adat minangkabau itu, sehingga tidak dapat dipahami untuk apa perlunya adat itu ditaati, kemanakah masyarakat hendak diarahkan dan dibawa oleh ajaran adat, masyarakat yang bagaimanakah yang dikehendaki bentuk dan coraknya oleh adat Minangkabau sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam ajarannya dan apa pula akibatnya yang akan terjadi kalau sekiranya adat Minangkabau itu tidak mendapat tempat lagi dalam jiwa masyaratnya.
Panakiak pisau sirawik,
Ambiak galah batang lintabuang,
Silodang ambiak ke niru.
Nan satitiak jadikan lawik,
Nan sakapa jadikan gunuang,
Alam takambang jadi guru.

( Penakik pisau siraut,
Ambil galah batang lintabuang,
Selodang ambil untuk niru,
Yang setetes jadikan laut,
Yang sekepal jadikan gunung,
Alam terkembang jadikan guru).

Pepatah ini mengandung arti agar manusia selalu berusaha menyelidiki, membaca, serta memperlajari ketentuan- ketentuan yang terdapat pada alam semesta sehingga dari penyelidikan yang dilaksanakan berkali- kali akan diperoleh suatu kesimpulan yang dapat dijadikan guru dan iktibar tempat menggali pengetahuan yang berguna bagi manusia. Merupakan suatu ketentuan di dalam adat Minangkabau bahwa alam terkembang yang dipelajari dengan seksama merupakan sumber dan bahan- bahan pengetahuan yang dapat dipergunakan dalam mengatur kehidupan masyarakat manusia. Dan pepatah ini sebagai dalil bahwa nenek moyang Minangkabau mempergunakan alam syariat seperti flora, fauna dan benda alam lainnya sebagai ciptaan Allah SWT sebagai sumber tempat mempelajari pengetahuan- pengetahuan yang berguna untuk mengatur masyarakatnya dalam segala bidang.
2.         Alam terkembang rahmat Allah
Menurut pendapat kita ketentuan- ketentuan alam terkembang merupakan sumber dasar adat minangkabau yang dipelajari oleh nenek moyang orang Minangkabau merupakan rahmatan lil ‘alamin. Berdasarkan kenyataan, adat minangkabau berpedoman kepada ketentuan dalam alam dan firman Allah terdapat dalam Al Qur’an tentang mempelajari alam itu oleh orang yang berpikir. Maka masuknya agama islam di Minangkabau bukanlah menghancurkan adatnya tetapi menyempurnakan adat Minangkabau.
3.         Adat minangkabau tidak bertentangan dengan ajaran islam
Agama islam menyempurnakan adat Minangkabau. Sewaktu agama islam masuk adat minangkabau dapat menerima dan menyesuaikan diri dengan ajaran- ajaran yang dibawa oleh agama islam.
Adat minangkabau menjadi sempurna dengan ajaran islam
4.         Kedatangan agama Islam ke Minangkabau
Kedatangan agama Islam adalah menyempurnakan adat Minangkabau karena ada titik persamaan dari pokok- pokok ajaran adat itu dengan ajaran islam yang sifatnya “menyandi” ajaran adat dengan ajaran iman dan syariat seperti kokohnya rumah adat Minang karena sandi nya mempunyai maksud dan ide yang sama dalam mencapai tujuan hidup bermasyarakat.
D.    Adat Matrilineal
Meskipun sudah menjadikan Islam sebagai landasan adat. Namun adat matrilineal masih sangat dipegang teguh oleh suku Minang. Adat matrilineal ini menyandarkan segala garis keturunan pada ibu (pihak perempuan). Hal ini tentu berbeda dengan Islam yang lebih menyandarkan garis keturunannya pada sang ayah (pihak laki-laki). Akibat dari adat matrilinel ini sistem pewarisan dan pengaturan kerumahtanggaan pun juga kemudian lebih berat pada sisi perempuan dibandingkan laki-laki. Beberapa konsekuensi dari budaya matrilineal ini diantaranya :
·           Keturunan didasarkan pada garis keturunan ibu, sehingga seorang anak akan dimasukkan kedalam suku yang sama dengan suku ibunya berasal
·           Seorang laki-laki Minang tidak dapat mewarisi sukunya, sehingga bila terdapat suku yang tidak memiliki anak perempuan dalam sukunya maka suku tersebut sudah dianggap sama dengan punah.
·           Setiap orang harus menikah dengan orang diluar sukunya, bila tidak maka ia akan dikenai sanksi dengan dikucilkan.
·           Perempuan merupakan pemegang seluruh kekayaan keluarga dan seluruh harta pusaka keluarga, namun dalam hal penentuan keputusan, laki-laki masih memiliki hak mengambil putusan.
·           Dalam hal perkawinan menganut sistem matrilokal yakni suami mengunjungi rumah istrinya
·           Hak-hak pusaka diwariskan kepada anak perempuan.
E.     Hukum Adat
Dalam kaitannya antara adat dan hukum adat itu, maka dalam masyarakat Minangkabau dikenal 3 (tiga) alur (alua) yakni:
1. Alur Adat:
Adalah ialah peraturan-peraturan di dalam adat Minangkabau yang asalnya peraturan itu dibuat dengan kata mufakat oleh penghulu setempat (Adat nan teradat). Sewaktu-waktu dapat berubah umpamanya dalam melaksanakan helat perkwinan, cara-cara meresmikan gelar dll.
2. Alur Pusako:
Adalah peraturan-peraturan yang sudah diterima dari nenek moyang kita di Minangkabau seumpama gelar pusako, pusako, nagari, syarat nagari undang duo puluah , cupak nan dua, kato nan ampek dan sebagainya.
3. Jalan nan pasa.
Jalan yang perlu ditempuh oleh setiap manusia yaitu jalan dunia dan jalan akhirat.
Selanjutnya dalam Masyarakat Minangkabau dikenal pula 4 pembagian adat, yakni:
1. Adat Nan Sabana Adat.
Adat Nan Sabana Adat adalah aturan pokok dan falsafah yang mendasari kehidupan suku Minang yang berlaku turun temurun tanpa terpengaruh oleh tempat, waktu dan keadaan sebagaimana dikiaskan dalamkata-kata adat. “Nan tidak lakang dek paneh. Nan indak lapuak dek ujan. Paling-paling balumuik dek cindawan”.
2. Adat Nan Diadatkan.
Adat nan diadatkan adalah kaidah, peraturan, ajaran, undang-undang dan hukum yang ditetapkan atas dasar “bulat mufakat” (kesepakatan) para penghulu tua-tua adat cerdik pandai dalam Majelis kerapatan adat atas dasar alur dan patut. Ada juga yang mengartikan sebagai Peraturan yang dibuat oleh Dt Perpatih nan Sabatang dan Dt Ketemangungan yang dicontoh dari adat nan sabana adat yang dilukiskan peraturan itu dalam pepatah
3. Adat Nan Teradat.
Adalah peraturan yang dibikin oleh penghulu-penghulu dalam suatu nagari atau dalam beberapa nagari peraturan mana untuk mencapai tujuan yang baik dalam masyarakat. Dimana adat Teradat ini tidak sama ditiap-tiap nagari atau bisa berbeda di tiap negari. " Adat sepanjang jalan. . Bacupak sepanjang batuang. Lain lubuak lain ikan. Lain padang lain bilalang. Lain nagari lain adatnyo. Adat sanagari-nagari"
4. Adat Istiadat
Adat istiadat adalah kebiasaan yang berlaku dalam suatu tempat yang berhubungan dengan tingkah laku dan kesenangan masyarakat dalam nagari
Memahami 4 macam pembagian adat Minangkabau tersebut, maka dapat disimpulkan menjadi dua pengelompakan yang penting yakni:
1.      Adat nan babua mati.
Ialah adat dan sabana adat adat nan teradatkan (berlaku umum di Minangkabau)
2.      Adat nan babuhua sintak.
Ialah adat teradat dan adat istiadat; (adat Salingka Nagari).
Kedua sifat adat Minangkabau seperti dikemukakan di atas tentu tidak tidak boleh dipertukarkan letaknya atau disama ratakan saja. Hal ini menjadi penting, karena tidak jarang terjadi sifat adat Minangkabau yang bersifat “bahua mati” dikalahkan oleh adat Minangkabau “nan babuhua sintak”, dengan dalil adat salingka nagari. Padahal jika sesuatu itu terkait dengan persoalan yang masuk dalam adat “nan babhua mati”, maka adat “nan salingka nagari” atau “ adat nan bahua sintak” tentu dikemudiankan dan mendahulukan adat “nan babahua mati”. Sikap ini menjadi sangat penting peranannya terutama dalam konteks penegakan hukum adat dan disisi lain sebagai upaya menghindari terjadinya silang-sengketa dalam masyarakat.
Dengan mengemukakan alur adat dan pembagian serta sifat adat Minangkabau seperti dikemukakan di atas, maka kita kembali pada persoalan antara adat dan hukum adat Minangkabau. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan adat di Minangkabau adalah adat yang tidak “lekang dipanas, tidak Iapuk dihujan” yaitu adat ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta. Di kalangan masyarakat istilah “hukum adat” jarang digunakan, yang lazim digunakan adalah “adat” saja, tetapi jika istilah tersebut digunakan secara secara campur aduk akan menimbulkan masalah. Sebab secara prinsip dan teknis ada perbedaan antara adat dan hukum adat. Hukum adat adalah bagian tertentu dari adat yang memiliki atau mempunyai akibat hukum. Pada tatatan ini, tentu dengan pemahaman, bahwa tidak semua adat menimbulkan atau mempunyai akibat hukum. Meskipun di sisi lain masih memerlukan pemikiran yang mendalam apakah bisa dikatakan hukum adat Minangkabau sebagai bagian dari adat Minangkabau.
Perbedaan pandangan tentu bisa terjadi, namun setidaknya sebagai upaya pencarian garis tegas dalam setiap tindakan dalam masyarakat adat Minangkabau yang memiliki akibat hukum dengan yang tidak memiliki akibat hukum. Di sisi lain, dalam setiap pengambilan keputusan atau melakukan suatu tindakan dalam konteks adat, maka haruslah dilihat terlebih dahulu apakah persoalannya menyangkut sesuatu yang sudah diatur dalam adat yang bersifat “babua mati” dan bila “ya”, maka adat nan babua sintak tentu tidak seharusnya berada dibelakang. Mungkin ada pendapat lain, dan hal itu sejatinya akan memperkaya pemahaman kita terhadap adat dan hukum adat Minangkabau.
F.      Harta Pusaka Tinggi
Yang dimaksud harta pusaka tinggi adalah harta pusaka yang dimiliki oleh satu kaum atau suku. Bukan harta yang bersifat personal atau pribadi. Biasanya berupa tanah atau barang yang memiliki nilai jual tinggi. Harta pusaka tinggi hanya bisa dimanfaatkan dan tidak boleh diperjual belikan. Harta ini diturunkan secara turun temurun (waris) kepada anak perempuan dalam suatu suku atau keluarga besar. Kaum laki-laki tidak memiliki hak terhadap harta pusaka ini.
Meskipun demikian, terdapat beberapa kondisi dimana dalam hukum adat Minang, harta pusaka tinggi boleh untuk digadaikan. Penggadaian harta pusaka tinggi harus disebabkan oleh salah satu dari beberapa alasan yang diperbolehkan untuk penggadaian, yaitu :
·                Maik Tabuju Ateh Rumah (mayat terbujur diatas rumah), tidak adanya biaya untuk mengurus jenazah keluarga yang meninggal.
·                Gadih atau Rando indak balaki (gadis atau janda tidak bersuami), seorang wanita yang tidak memiliki seorang suami bagi suku Minang adalah sebuah aib. Oleh karenanya, apabila terdapat seorang gadis yang sudah berumur namun belum bersuami atau seorang janda yang tidak bersuami, maka diperbolehkan menggunakan harta pusaka yang tergadai untuk membayar laki-laki yang mau menikahinya.
·                Rumah Gadang katirisan (Rumah Gadang mengalami kerusakan). Apabila rumah gadang yang ditempati mengalami rusak berat, maka diperbolehkan menggadaikan untuk melakukan perbaikan rumah agar rumah tidak runtuh/roboh.
·                Mambangkik batang tarandam, apabila sebuah suku tidak memiliki penghulu adat, maka diwajibkan untuk melakukan upacara pengangkatan penghulu adat yang pembiayaannya dari penggadaian harta pusaka.
G.    Strata masyarakat di Suku Minangkabau
Suku minangkabau menerapkan sistem strata untuk masyarakatnya. Sistem ini penting untuk menggolongkan masyarakat dan mengatur jalannya pernikahan, adapun golongannya yaitu :
1.      Kamanakan Tali pariuk adalah golongan pertama yang bersifat bangsawan dan memiliki gelar bangsawan. kamanakan tali pariuk dianggap keturunan langsung dari urang asa.
2.      Kamanakan tali budi adalah golongan para pendatang atau perantau yang sama kaya dan suksesnya dengan suku minang. sehingga bisa dianggap seperti sama dengan keturunan dari urang asa
3.      Kamanakan tali ameh adalah golongan orang biasa dan sifatnya pendatang
4.      Kamanakan bawah lutuik adalah orang yang biasa menghamba kepada orang asa.
Selain itu ada 3 golongan yang dibuat oleh suku minangkabau, diantaranya :
1.      Golongan bangsawan :
Adalah golongan yang memiliki kedudukan yang tinggi dan mendapat kemudahan bagi setiap urusan. Seperti bangsawan yang memberikan mahar atau bayaran tinggi ketika menikah. namun golongan wanita bangsawan harus menikah dengan sesama golongan bangsawan.
2.      Golongan biasa :
Golongan ini tidak termasuk golongan bangsawan, namun  bisa dikatakan mereka bisa hidup seperti biasa seperti membeli tanah dan rumah, walaupun tidak ada hubungan dengan orang suku minang.
3.      Golongan rendah:
Golongan ini tidak diizinkan untuk membeli tanah dan rumah, mereka dianggap datang dengan jalan menghamba atau sebagai budak ketika datang ke daerah suku minangkabau.
H.    Kekerabatan Suku Minangkabau
Salah satu dari kebudayaan suku minang adalah kekerabatan atau silsilah. Bagi masyarakat atau suku padang anak laki-laki adalah mahal dan haruslah dibeli. Sehingga dalam proses perkawinan ada beberapa tahap seperti meminang, menjemput pengantin laki-laki dan akhirnya dipelaminan. Bagi pengantin laki-laki akan ada upacara dimana mereka mendapat gelar atau nama baru yang menggantikan nama kecil mereka. Sehingga setelah menikah para pria akan dipanggil menggunakan nama baru tersebut.
Umumnya pernikahan dilakukan dengan mengambil atau menikahkan dari luar suku atau biasa disebut eksogami. Sistem keluarga dari suku minang adalah matrilineal atau mengikuti garis keturunan dari ibu. Sehingga jika terdapat perkara atau kasus maka penyelesaian adatnya menggunakan sistem dari garis keturunan ibu.

I.       Bahasa Suku Minangkabau
Suku Minangkabau mempunyai bahasanya sendiri yang tidak diambil dari bahasa lain yaitu Bahasa Minangkabau. Walaupun demikian, banyak yang bilang bahwa Bahasa Minangkabau sama dengan Bahasa Melayu karena banyaknya kemiripan antara Bahasa Minangkabau dan Bahasa Melayu.
            Kato nan Ampek
            Di Minangkabau ada istilah katonanampek. Dalam bahasa Indonesia, kato nan ampek  ini berarti kata yang empat.
Kato dari istilah diatas berarti aturan dalam berbicara tentang bagaimana seharusnya kita berbicara dengan orang lain. Kapan kita harus berbicara lemah lembut,  kapan kita harus bicara tegas dan seterusnya itu diatur dalam katonanampek.
1.    Kato Mandaki
Adalah kata mendaki yang merupakan tata bicara seseorang kepada orang yang lebih tua dari kita seperti berbicara kepada uda (kakak laki-laki), uni (kakak perempuan), abak (ayah), amak(ibu) dan kepada semua orang yang lebih tua dari kita.
2.    Kato Manurun
Kata menurun digunakan saat kita berbicara kepadaorang yang lebih muda daripada kita. Karena mereka adalah orang yang lebih kecil dan belum sedewasa kita, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa lemah lembut.
3.    Kato Mandata
Kato mandata atau kata mendatar adalah tata bicara kita kepada teman sebaya atau kepada orang yang seumuran dengan kita. Bahasa yang digunakan adalah bahasa pergaulan yang baik.
     4.   Kato Malereang
Kato malereang atau kata melereng adalah tata bicara kita terhadap orang yang kita segani.

J.       Budaya Merantau
Merantau merupakan kebiasaan yang selalu dijalankan oleh laki-laki dari suku Minang. Kebudayaan suku Minangkabau untuk merantau adalah akibat dari adanya adat matrilineal, maka pada dasarnya laki-laki suku Minang tidak memiliki modal harta sama sekali. Oleh sebab itu, kebanyakan laki-laki Minang ketika sudah dewasa selalu pergi dari kampungnya untuk pergi merantau. Tujuannya adalah untuk bekerja dan mencari harta kekayaan.
Merantau juga merupakan bagian konsekuensi dari tuntutan laki-laki Minang untuk mencari pasangan yang diluar dari sukunya. Dengan merantau ini maka laki-laki Minang bisa berpotensi untuk mengenal perempuan dari suku lain. Pada awal mulanya makna merantau sendiri adalah pergi keluar dari suku dan bergaul sosial dengan suku lain yang masih dalam etnis Minang. Namun dalam perkembangannya merantau kemudian menjadi kebiasaan untuk keluar dari tanah kelahiran dan bermata pencaharian di tanah lain.
Oleh sebab itu, bila kita melihat pada kehidupan hari ini, banyak sekali orang-orang Minang yang mendiami kota-kota besar di tanah Jawa. Biasanya mereka membuka berbagai macam bentuk usaha sebagai mata pencaharian. Dan usaha yang paling banyak biasanya adalah dengan membuka restaurant atau rumah makan Padang.

K.    Rumah Gadang Minangkabau
Falsafah kehidupan orang minang adalah  Alam Takambang Jadi Guru yang dimana artiannya orang minang selalu mengutamakan alam, mereka belajar dan memanfaatkan pengetahuan dari lingkungan alam sekitar. Seperti halnya dengan membangun rumah. Dan juga nama rumah gadang dikatakan gadang (besar) bukan karena bentuknya yang besar melainkan fungsinya yang gadang, ada kutipan minang mengatakan “Rumah Gadang basa batuah, Tiang banamo kato hakikat, Pintunyo banamo dalil kiasan, Banduanyo sambah-manyambah, Bajanjang naik batanggo turun, Dindiangnyo panutuik malu, Biliak­nyo aluang bunian”.
Bagian atap biasanya terbuat dari ijuk yang dijalin, kemudian ujungnya meruncing membentuk gonjong. Pemakaian ijuk sebagai simbol bahwa Rumah Gadang ramah lingkungan. Bentuk atap seringkali diasosikan mirip dengan tanduk kerbau.
Namun ada juga yang mengatakan bahwa atap rumah gadang meniru Siriah Basusun (daunsirih yang disusun). Hal ini melambangkan rumah gadang sebagai tali penyambung silaturahim dan kekeluargaan. Sebagaimana sirih yang  biasanya digunakan sebagai simbol penyambung silaturahim.
Rumah Gadang dengan bentuk segi empat memanjang ini hampir semua bahagianya terbuat dari kayu dan hasil alamlainnya. Dinding, lantai, tangga, lotengdll. Rumah Gadang dipercaya tahan gempa. Tekonologi mutakhir yang digunakan sejak abad lalu ini berupa pasak.
Rumah Gadang aslinya tidak menggunakan paku untuk merekatkan dan menyambungkan dua bahagian kayu. Namun menggunakan pasak. Jadi saat terjadi gempa, Rumah ini berayun mengikuti ritme gempa. Jadi saat gempa rumah ini tidak akan roboh.
Bangunan Rumah Gadang digambarkan memiliki ruanggan jilantara 3 hingga 11. Diantaranya terdapat ruangan lepas dan kamar-kamar. Jumlah kamar bervariasi tergantung besar kecilnya keluarga yang bernaung di rumah tersebut. Selain orang tua, hanya anak perempuan yang berhak mendapat kamar.
Untuk menambah unsure seni. Pada dinding Rumah Gadang biasanya dibuat ukiran-ukiran dengan motif asli minangkabau. Motif-motif ini kebanyakan terinspirasi oleh alam, misalnya kaluakpaku, itiakpulangpatang, dll. Setelahitu  ukiran akan dicat dengan warna warna khas minangkabau, kombinasimerah, hitam, kuning dan hijau.
Rumah gadang selalu dibuat tinggi menyerupai rumah panggung, tujuannya agar ruang dibagian bawah bias digunakan. Pada bagian depan dibuatkan tangga. Pada zaman dahulu dibagian bawah tangga ada batu dan cibuak untuk mencuci kaki.
Rumah gadang kebanyakan memiliki kolam ikan di depan rumah. Selain untuk memelihara ikan, kolam merupakan sumber air yang vital untuk kegiatan sehari-hari, mandi dan mencuci.
Selain kolam, di bagian halaman kita akan melihat bangunan tinggi dan ramping bergonjong. Bangunan dengan 4 hingga 6 tiang dan pada salah satu sisi dibuat kan pintu kecil. Bangunan ini dinamakan Rangkiang. 
Rangkiang adalah simbol survival masyarakat minangkabau. Ada banyak macam rangkiang dan setiap rangkiang punya fungsi masing-masing. Meskipun sama-sama tempat penyimpanan padi, Ada rangkiang yang berisipadi Abuan (bibit). Padi untuk makan sehari-hari, padi untuk persiapan masa paceklik dll sebagainya.




L.     Adat Pernikahan
Dalam melangsungkan pernikahan, orang suku Minang harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
1.    Kedua calon harus sama-sama beragama Islam
2.    Kedua calon tidak berasal dari suku yang sama
3.    Kedua calon dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga besar kedua belah pihak
4.    Calon suami telah memiliki sumber penghasilan untuk menghidupi keluarga
Setelah itu, bila semua syarat sudah terpenuhi maka terdapat beberapa tradisi yang dilakukan oleh suku Minang, diantaranya :
·       Maresek
Pada tahap ini pihak keluarga wanita akan mendatangi pihak keluarga pria dengan membawa sejumlah buah tangan. Tujuan dari Maresek adalah pihak keluarga wanita akan mencari tahu kecocokan calon mempelai pria dengan calon mempelai wanita.
·       Maminang/ Batimbang Tando
Pada tahap ini keluarga wanita akan mendatangi calon keluarga pria untuk meminang. Bila dalam proses peminangan ini pihak pria menerima, maka akan diteruskan dengan tahap Batimbang Tando sebagai simbol perjanjian dan kesepakatan antar kedua belah pihak. Kedua keluarga akan saling menukarkan benda-benda pusaka yang dimilikinya, seperti keris, kain adat atau barang-barang lain yang dianggap berharga oleh keluarga.
·       Mahanta Siriah
Calon mempelai pria dan calon mempelai wanita akan mengabarkan kabar pernikahan kepada para mamak (sebutan untuk laki-laki tertua dalam keluarga) dan seluruh kerabat keluarga. Proses mahanta Siriah ini biasanya dilakukan dengan tradisi membawa tembakau untuk calon mempelai pria dan sementara untuk calon mempelai wanita dengan membawa sirih lengkap. Biasanya keluarga yang didatangi akan ikut membantu pembiayaan pernikahan.
·       Babako-babaki
Bako adalah sebutan bagi pihak keluarga ayah dari calon mempelai wanita. Tradisi ini biasa dilangsungkan beberapa hari sebelum akad nikah. Calon mempelai wanita akan dijemput oleh keluarga ayah dan dibawa kerumah. Kemudian para tetua dan sesepuh akan memberikan nasihat. Keesokan harinya, calon wanita akan diantarkan pulang kembali dengan membawa beberapa barang pemberian seperti seperangkat busana, perhiasan emas, maupun beberapa bahan pangan baik yang sudah matang atau masih mentah.
·       Malam Bainai
Kegiatan ini dilakukan pada malam akad nikah berlangsung. Tradisi ini berupa memandikan calon mempelai wanita dengan air kembang sebagai simbol membersihkan diri. Setelah itu, calon mempelai wanita akan dihias kuku dan tangannya dengan daun pacar sebagai simbol keindahan.
·       Manjapuik Marapulai
Prosesi ini merupakan puncak tradisi dimana calon mempelai pria akan dijemput untuk diantar ke rumah calon mempelai wanita. Akad nikah akan dilangsungkan di rumah calon mempelai wanita. Keluarga calon mempelai wanita yang datang menjemput membawa perlengkapan lengkap seperti pakaian pengantin pria lengkap, sirih, nasi dan lauk dan beberapa hantaran lain. Setelah menyampaikan maksud kedatangan, maka mempelai pria akan langsung diarak menuju rumah calon mempelai wanita.
·       Penyambutan di rumah anak Daro
Sesampainya calon mempelai pria dirumah calon mempelai wanita, maka calon mempelai pria akan disambut dengan meriah. Terdapat beberapa pemuda berpakaian silat yang akan menyambut dengan tari gelombang adat timbal balik yang diiringi musik khas Minang. Tari gelombang adat timbal balik ini adalah khas untuk menyambut mempelai Selanjutnya terdapat para dara yang akan menyambut dengan perlengkapan sirih. Para sesepuh wanita kemudian menaburi calon mempelai pria dengan beras kuning. Kemudian kaki calon mempelai pria akan dibasuh dengan air sebagai simbol pensucian sebelum menuju ke tempat akan nikah.
·       Prosesi akad Nikah
Akad nikah dilakukan sesuai dengan syariat Islam dengan didahului pembacaan ayat Al Quran. Setelah itu dilakukan ijab qabul yang disaksikan oleh para saksi. Kemudian ditutup dengan do’a dan nasihat dari para tetua.
·       Basandiang di Pelaminan
Kedua mempelai akan bersanding di rumah anak Daro (mempelai wanita). Kedua mempelai kemudian duduk bersandingan untuk menerima para tamu yang hadir dan biasanya terdapat hiburan musik di halaman rumah untuk memeriahkan acara.
·       Tradisi Pasca Akad Nikah
Setelah akad nikah selesai, terdapat beberapa tradisi yang dilakukan oleh Suku Minang, diantaranya :
1.         Mamulangkan Tando, mengembalikan tanda yang dipertukarkan pada tahap Maminang.
2.         Malewakan Gala Marapulai, yakni memberikan nama dan gelar baru bagi pengantin pria sebagai simbol kedewasaan.
3.         Balantuang Kaniang, menyentuhkan kening kedua pengantin pria dan wanita.
4.         Mangaruak Nasi Kuniang, tradisi berebut daging ayam yang disembunyikan di dalam nasi kuning. Dilakukan oleh kedua pengantin sebagai simbol kerjasama antara suami dan istri.
5.         Bamain Coki, melakukan permainan tradisional Minang semacam catur sebagai simbol mempererat kekeluargaan.
M.   Kesenian Suku Minangkabau
Adapun keseniannya yang sangat terkenal, diantaranya :
ü  Seni Berkata
Seni ini cukup unik. jika di sunda ada pupuh maka di suku minang ada seni bersilat lidah yang mengedepankan sindiran, nasihat dan kata-kata bijak. Seni ini sangat penting dan bermakna sehingga suku minang bertahan dan menjadikannya sebuah budaya.
ü  Silat
Silat adalah seni beladiri tradisional Minangkabau. Ada dua macam:
1.      Pencak silat, yaitu silat yang biasa digunakan untuk tari-tarian pertunjukan. Pemainnya disebut anak silek. Pencak silat dilakukan dua orang. Gayanya seperti gerakan silat, tapi tidak untuk menciderai lawan, tetapi hanya sebagai hiburan.
2.      Silat (silek), yaitu yang bertujuan untuk bela diri. Pesilat disebut pandeka. Ia punya aturan sendiri, yaitu musuah indak dicari, jikok basuo pantang diilakkan.
ü  Randai
Randai dilaksanakan dalam bentuk teater arena. Permainan randai dilakukan dengan membentuk lingkaran, kemudian melangkah kecil-kecil secara perlahan, sambil menyampaikan cerita lewat nyanyian secara berganti-gantian. Cerita randai biasanya diambil dari kenyataan hidup di tengah masyarakat. Fungsinya sebagai seni pertunjukan untuk hiburan; sebagai penyampai pesan, nasihat, dan pendidikan. Semua gerakan randai dituntun oleh aba-aba salah seorang di antaranya, disebut janang.

ü  Sepak rago
Sepak rago merupakan sebuah olahraga tradisional. Permainannya mirip sepak takraw. Bedanya, bola sepak rago terbuat dari daun kelapa muda yang dianyam dan berbentuk kubus. Jumlah pemain antara 5 – 10 orang.
Dalam permainan sepak rago terdapat ajaran budi yang sangat tinggi, yakni seseorang dalam kehidupan memang harus lebih banyak berdialog dengan dirinya sendiri, berdiskusi, berbuat sesuatu untuk kesejahteraan hidupnya, dan tidak lupa bahwa ia berada di tengah masyarakat.
ü  Tarian rakyat
Tarian tradisional yang bersifat klasik di Minangkabau umumnya memiliki gerakan aktif dinamis, namun tetap berada dalam alur dan tatanan yang khas. Kekhasan ini terletak pada prinsip tari Minangkabau yang belajar kepada alam. Oleh karena itu, dinamisme gerakan tari-tari tradisi Minangkabau selalu merupakan perlambang dari unsur alam. Pengaruh agama Islam, keunikan adat matrilineal, dan kebiasan merantau masyarakat juga memberi pengaruh besar dalam jiwa sebuah tari.
Secara garis besar ada tiga macam tarian rakyat Minangkabau, yaitu:
1.      Tarian pencak, yaitu tarian yang gerakan dan prinsipnya menyerupai pencak.
Contoh : tari sewah, tari alo ambek, tari galombang.
2.      Tarian perintang, yaitu tarian yang dimainkan pemuda-pemudi untuk kegembiraan dan perintang waktu.
Contoh : tari piriang, tari galuak, tari kabau jalang.
3.      Tarian kaba, yaitu tarian yang mengangkat tema cerita (kaba).
Contoh : tari si kambang, tari ilau, tari tupai janjang, tari barabah mandi.
ü  Gamat
Gamat adalah kesenian Melayu yang melibatkan seni tari, seni suara, dan seni musik. Gamat biasanya dimainkan dalam acara keramaian. Jenis tari gamat yang terkenal adalah tari payung, tari selendang, dan tari saputangan.
ü  Tabuik
Tabuik berkembang di daerah pesisir, khususnya Pariaman. Tabuik diselenggarakan tiap tahun. Permainan ini merupakan upacara peringatan terbunuhnya Husein, cucu Rasulullah SAW.
Acara dimulai pada 1 Muharram dengan mengambil tanah ke dasar sungai, melambangkan mengambil jasad Husein. Hari berikutnya tabuik mulai dibuat. Tabuik berbentuk keranda untuk mengusung mayat. Pada hari ke lima, tengah malam, orang mengambil pohun pisang dengan memancungnya dengan parang sekali putus. Ini melambangkan pembalasan putra Husein. Hari ke tujuh dimulai dengan mengarak jari-jari, semacam maket sebuah kubah. Ini mengisahkan pengikut Husein yang mencari jari-jari dan serpihan tubuh Husein yang dicincang musuh. Hari ke sembilan, mereka mengarak sorban Husein yang ditemukan. Acara puncak arak-arakan tabuik berlangsung pada hari ke sepuluh.
ü  Karawitan
Minangkabau memiliki alat musik khas. Alat musik ini biasanya digunakan untuk mengiringi tari-tarian.

·  Alat musik tiup
:
saluang, bansi, pupuik batang padi, sarunai, pupuik tanduak

·  Alat musik pukul
:
talempong, canang, tambur, rabano, indang, gandang, adok

·  Alat musik gesek
:
rabab(satu-satunya).......................................................




N.    Akulturasi dan Asimilasi Kebudayaan Minangkabau di Sumatra Barat
Provinsi Sumatera Barat dihuni oleh mayoritas etnis atau bangsa yang disebut Minangkabau (Minang). Bangsa Minang memiliki sejarah kebudayaan yang panjang dan unik. Lahirnya bangsa Minangkabau sendiri adalah hasil dari asimilasi budaya yang di dalamnya terdapat banyak akulturasi budaya yang mengidentifikasi kelembagaan adat Minangkabau.
Bangsa Minangkabau adalah bangsa sastra. Lahirnya karya sastra besar negeri ini didominasi tokoh-tokoh kelahiran Minang. Hal ini karena kebudayaan Minang sendiri yang lahir dari sebuah legenda, mitologi, atau dongeng. Minangkabau hampir tidak memiliki catatan sejarah tertulis atau kronik historis karena budaya lisan yang sangat mendominasi. Sejarah Minang lebih banyak berasal dari lisan atau cerita mulut yang diwariskan turun temurun yang disebut tambo. Tambo berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya ‘kabar’. Makanya dalam istilah Orang Minang disebut ‘kaba’. Tambo atau kaba adalah legenda cerita mulut yang dipercaya sejak dulu. Para orang tua memberi petuah atau nasehat dari kaba ini kepada generasi mudanya lewat syair atau pantun. Biasanya diperdengarkan di saat berkumpulnya anak-anak yang belum dewasa di dalam surau. Surau sendiri merupakan basis peradaban Orang Minang setelah masuknya Islam, yang konsepnya hampir mirip dengan orang Yunani Sparta─yang tujuannya membentuk generasi muda yang belum dewasa untuk belajar (tentang agama) serta seni bela diri (silek).
Kemiripan ini yang akhirnya dipercaya Orang Minang bahwa mereka adalah keturunan Raja Agung Iskandar Zulkarnaen dari Makedonia Yunani. Tambo semacam ini, entah kapan awal mulanya, telah mengubah persepsi dan sebagian besar landasan utama yang akhirnya menjadi adat terlembaganya Orang Minang. Bahwa Orang Minang adalah bangsa besar keturunan orang besar. Bahwa mereka menentang bentuk dominasi dan penjajahan, dengan pepatah “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi”.
Akar kebudayaan Minangkabau adalah Melayu (Malayapura) yang berkedudukan di Dharmasraya. Asimilasi budaya yang menghasilkan lahirnya Bangsa Minangkabau adalah asimilasi Malayapura (Melayu) dan Jawa dalam tataran Hindu. Dilihat dari suksesi tahta, baik Majapahit dan Dharmasraya menganut sistem patriarkat. Dengan Adityawarman menjadi raja menggantikan Akarendrawarman (pamannya), sistem matrilineal sudah diterapkan. Sebagai penerus kebudayaan Malayapura (Melayu), sistem matrilineal inilah identitas utama bangsa Minangkabau yang dibedakan dari seluruh bangsa serumpun. Sebagai lembaga tertinggi, raja mampu menciptakan tatanan sosial di masyarakat. Dia mampu menetapkan hukum, agama negara, maupun landasan budaya yang menjadi warisan anak cucu di kemudian hari. Bahkan ketika Islam masuk dan menjadi agama negara (Kesultanan Pagaruyung), adat matrilineal dan adat budaya Minangkabau tetap dipertahankan. Untuk menyeimbangkan konsepsi ini di kerajaan Minangkabau ada tiga raja yang berkuasa (tigo rajo selo) yang diperkuat Basa Ampek Balai (empat orang besar bertahta). Mereka adalah Rajo Alam (penguasa semesta Minangkabau di Pagaruyung), Raja Adat, serta Raja Ibadat. Sebagai sekumpulan konfederasi kota yang otonom (terdiri dari banyak nagari dan lareh), di Minangkabau berlaku hukum federal di bawah otoritas Raja Alam. Sedangkan rumah tangga internal konfederasi kota dipimpin seorang penghulu yang diwariskan secara matrilineal.    
Sedangkan akulturasi dalam budaya Minangkabau adalah akulturasi Hindu dan Islam yang menghasilkan strata dalam masyarakat. Meski pepatah Minang mengatakan, “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi”, tapi pada dasarnya mereka tetap mempermasalahkan strata sosial. Bangsawan harus menikah dengan bangsawan dan sebagainya. Hasil akulturasi ini juga tertuang dalam cap mohor Sultan Tangkal Alam Bagagarsyah yang bertuliskan inkripsi Arab yang menyebutkan gelar sultan. Berarti aksara yang berlaku di Kesultanan Pagaruyung secara resmi menggunakan aksara Arab-Melayu. Istilah yang lahir dari kebahasaan Minangkabau juga banyak dipinjam dalam pelafalan bahasa Indonesia kini seperti balai, ruang, sahabat, nagari (negeri) dan sebagainya. Akulturasi ini juga mencakup peran  tambo atau dongeng di masyarakat seperti Malin Kundang dan Batu Menangis yang diadaptasi sastra Indonesia.





































BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Masyarakat Minangkabau atau Minang adslah kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Orang Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagaii profisional dan intelektual. Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Namaitu dikaitkan dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal didalam tambo. Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar pembangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat-istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai dan ninik mamak, yang di kenal dengan istilah Tali dan Tigo Sapilin.
3.2 Saran
Keanekaragaman kebudayaan indonesia terutama kebbudayaan melayu harus senntiasa kita jaga dan kita lestarikan, mulai dari memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan kepada tiap-tiap generasi diantaranya melalui pendidikan kebudayaan Indonesia. Perlu diadakan penelitian lanjut mengenai kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan Minang, untuk mengetahui seluk beluk sejarah dan kebudayaannya.
















Daftar Pustaka
Penghulu, Idrus Hakimy Dt Rajo. 1994. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nasroen. 1957. Dasar Falsafah Adat Minangkabau.Jakarta: Bulan Bintang.
Munir, Misnal. 2013. Filsafat Sejarah dalam Kebudayaan Minangkabau. Yogyakarta : Fakultas Filsafat UGM
Latief, Bandaro. 2002. Etnis dan Adat Minangkabau.
https://ilmuseni.com/seni-budaya/kebudayaan-minangkabau  diaskes pada 21 September 2017. 07:25
https://www.youtube.com/watch?v=cPDxmPw2iy8. Diaskes pada 22 September 2017
https://www.wonderfulminangkabau.com/kato-nan-ampek/ diaskes pada 22 September 2017

Komentar

Postingan Populer